Senin, 04 Oktober 2021

Penilaian Pembelajaran Matematika di SD

Bagaimana sebaiknya menilai pembelajaran matematika di SD?

    Kegiatan menilai erat kaitannya dengan mengukur dan menilai. Mengukur berarti memberikan angka pada suatu proses yang telah diamati berdasarkan kriteria tertentu, menilai memberikan penjelasan dan penafsiran dari kegiatan mengukur, sedangkan evaluasi memberikan penetapan penilaian. Ketiga hal tersebut saling berkesinambungan dalam menentukan hasil belajar matematika.
    Menurut Permendiknas No 20 tahun 2007 tentang standar penilaian dijelaskan penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian bukan sekedar pengumpulan data siswa, tetapi juga pengolahannya untuk memperoleh gambaran proses dan hasil belajar siswa. Penilaian tidak sekedar memberi soal saja, tetapi guru harus menindaklanjuti untuk kepentingan pembelajaran.
    Pada Permendiknas No 20 tahun 2007 juga disebutkan bahwa penilaian hasil belajar siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 
  1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. 
  2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. 
  3. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan siswa karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 
  4. terpadu, berarti penilaian oleh guru merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. 
  5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan
  6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh guru mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan siswa. 
  7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. 
  8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. 
  9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya

Objek Matematika
    Apa yang menjadi sasaran dari penilaian pembelajaran matematika. Sampai saat ini pembelajaran matematika banyak yang lebih menekankan pada penguasaan materi matematika dan aplikasinya untuk memecahkan masalah. Situasi ini menyebabkan penilaian pembelajaran matematika hanya berorientasi pada pengukuran domain yang dangkal dan sempit, tidak menyasar kompetensi matematis yang lebih tinggi. Praktek ini berdampak tidak optimalnya hasil belajar matematika
Pada Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi disebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berikut: 
  1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 
  2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 
  3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 
  4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
  5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
    Berdasarkan Permendiknas No 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru mengamanatkan bahwa penilaian hendaknya harus disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran. Sedangkan karakteristik matematika itu sendiri mengarahkan pada dua arah pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang (Utari Sumarmo, 2010). Visi pertama mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya (mathematical problem solving) dan visi kedua mengarah ke masa depan, dimana matematika memberi peluang pada berkembangnya kemampuan berfikir logis, sistematik, kritis dan cermat, kreatif, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka. Kedua visi tersebut harus menjadi perhatian juga dalam penilaian. 

Teknik Penilaian
    Penilaian proses dan hasil belajar matematika siswa dapat dilakukan dengan teknik tes dan non tes. Teknik tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar aspek kognitif. Teknik non tes dapat berupa observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, angket, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan siswa. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran untuk mengumpulkan data tentang pemahaman siswa, sikap terhadap pelajaran, kemampuan memecahkan masalah, kerjasama, kebutuhan bantuan dalam belajar, motivasi belajar, dan lain-lain. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang penguasaan kompetensi serta kecakapan/keterampilan tertentu. Teknik angket digunakan untuk menjaring informasi berdasarkan pengakuan dan pendapat siswa melalui respon mereka terhadap pernyataan/pertanyaan yang diajukan dalam angket.

Tes tidak lagi harus diandalkan menjadi satu-satunya teknik penilaian dalam pembelajaran matematika. Dominasi penggunaan tes dalam penilaian selama ini telah menghilangkan peluang pemerolehan infomasi belajar matematika yang holistik dan mendalam yang menilai pembelajaran dari 3 (tiga) aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Bukan berarti tes tidak boleh digunakan lagi. Sesuai  karakteristik dasar matematika, tes tetap menjadi salah satu cara pengumpulan data belajar matematika siswa. Harapannya, jika tes digunakan, tes dapat diarahkan pada penggalian informasi yang bervariasi dan berorientasi tingkat berpikir yang lebih tinggi. Dikarenakan, objek belajar matematika yang luas membutuhkan tes yang lebih terbuka dan memberi kesempatan lebih luas bagi siswa menunjukkan bagian kompetensi matematis yang sudah dan belum dikuasai. Berikut penjelasan tentang instrumen penilaian pada pembelajaran matematika di SD yang bisa menjadi pedoman.

Intrumen bentuk TES

a. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes dimana keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia dan peserta harus memilih salah satu alternatif yang disediakan tersebut. Terdapat beberapa bentuk tes objektif, yaitu:

1) Tes Benar Salah  
Tes yang memuat pernyataan benar atau salah. Peserta bertugas menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari huruf “B” jika pernyataan benar, dan “S” jika pernyataan salah.

Contoh: 
B-S 1. Yang termasuk bagian segitiga meliputi sisi dan daerah di dalam sisi.
B-S 2. Berapapun jari-jarinya, luas lingkaran adalah 0. 

Bentuk tes benar salah saat ini jarang digunakan guru matematika. Padahal melalui tes benar salah ini banyak domain belajar matematika yang bisa di gali, misal: pemahaman konsep, kemampuan bernalar, analisis dan lain-lain. Dua butir pertanyaan benar salah di atas dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep siswa tentang segitiga dan lingkaran

2) Tes Pilihan Ganda
Tes pilihan ganda adalah tes yang memuat serangkaian informasi yang belum lengkap, dan untuk melengkapinya dilakukan dengan memilih berbagai alternatif pilihan yang disediakan. Ada empat variasi tes pilihan ganda, yaitu: tes pilihan ganda biasa, asosiasi, hubungan antar hal, dan menjodohkan.

a) Tes pilihan ganda
soal yang disertai beberapa alternatif jawaban dimana hanya tersedia 1 pilihan benar, dan siswa tugasnya adalah memilih mana dari alternatif-alternatif tersebut yang benar. 
b) Tes asosiasi
merupakan modifikasi dari tes pilihan ganda biasa. Bentuk asosiasi juga terdiri dari satu pernyataan dan beberapa alternatif jawaban, hanya saja terdapat lebih dari satu jawaban yang benar. Salah satu bentuknya adalah dengan mengikuti petunjuk sebagai berikut:

Petunjuk mengerjakan soal: 
Pilihan a bila jawaban 1, 2, dan 3 benar 
Pilihan b bila jawaban 1 dan 3 benar 
Pilihan c bila jawaban 2 dan 4 benar 
Pilihan d bila jawaban 4 saja yang benar 

Saat ini bentuk tes ini jarang digunakan. Padahal bentuk tes ini tidak kalah potensialitasnya dibanding tes pilihan ganda biasa. Dibanding tes pilihan ganda biasa, tes bentuk ini lebih menuntut siswa bernalar, melihat semua kemungkinan jawaban, dan juga melihat hubungan antar bagian. 

c) Tes hubungan antar hal
soal yang memuat pernyataan dan alasan, dengan pola memuat pernyataan dan memuat alasan. 

Petunjuk pilihan: 
 (a) Jika pernyataan benar, alasan benar, dan ada hubungan sebab akibat 
 (b) Jika pernyataan benar, alasan benar, dan tidak ada hubungan sebab akibat 
 (c) Jika pernyataan benar, alasan salah 
 (d) Jika pernyataan salah, dan alasan salah 
 (e) Baik pernyataan maupun alasan salah

Tes ini jarang digunakan, padahal tes hubungan antar hal ini sangat baik digunakan untuk mengukur banyak dimensi belajar matematika, antara lain: kemampuan bernalar siswa, pemahaman konsep, hubungan antar konsep, kemampuan berpikir matematis, dan lain-lain. 

d) Tes menjodohkan, 
dalam bentuk tradisional item tes menjodohkan terdiri dari dua kolom yang pararel. Tiap kata, bilangan, atau simbol dijodohkan dengan kalimat, frase, atau kata dalam kolom yang lain. Item pada kolom di mana penjodohan dicari disebut premis, sedangkan kolom di mana pilihan dicari disebut respon. Tugas siswa adalah memasangkan antara presmis dan respon berdasarkan aturan yang ditentukan. Tes menjodohkan ini juga relatif jarang digunakan dalam penilaian pembelajaran matematika. Padahal seperti halnya tes hubungan antar hal, tes bentuk ini juga dapat digunakan untuk mengukur banyak dimensi belajar matematika, antara lain: mengukur kemampuan bernalar siswa, pemahaman konsep, hubungan antar konsep, kemampuan berpikir matematis, dan lain-lain.
 
b. Tes esay 
suatu bentuk tes yang terdiri dari pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Tes ini dirancang untuk mengukur hasil belajar di mana unsur yang diperlukan untuk menjawab soal dicari, diciptakan dan disusun sendiri siswa. Siswa harus menyusun sendiri kata dan kalimat untuk menjawabannya. Tes esay diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, yiatu: uraian bebas (non objektif), uraian terstruktur (objektif), jawaban singkat, dan isian (melengkapi). Penjelasannya sebagai berikut:
1) Uraian non objektif 
Bentuk uraian bebas memberikan kebebasan untuk memberikan opini serta alasan yang diperlukan. Jawaban siswa tidak dibatasi oleh persyaratan tertentu. 
2) Uraian objektif 
Bentuk uraian terstruktur atau uraian terbatas meminta siswa untuk memberikan jawaban terhadap soal dengan persyaratan tertentu 
3) Jawaban singkat 
Tes jawaban singkat merupakan tipe item tes yang dapat dijawab dengan kata, frasa, bilangan, atau simbol. Tes jawaban singkat menggunakan pertanyaan langsung, dan siswa diminta memberi jawaban singkat, tepat dan jelas. 
4) Bentuk melengkapi (isian) 
Item tes melengkapi hampir sama dengan jawaban singkat, yaitu merupakan tipe item tes yang dapat dijawab dengan kata, frasa, bilangan atau simbol. Bedanya, item tes melengkapi merupakan pernyataan yang tidak lengkap, dan siswa diminta untuk melengkapi pernyataan tersebut.  

Mengapa dalam dala penilaian hasil belajar matematika di SD cenderung ke tes essay?

karena kesadaran bahwa: 
  1. Menurunnya hasil belajar matematika disinyalir karena dominannya tes objektif 
  2. Tes pilihan ganda tidak memberi kesempatan siswa mengkomunikasikan ide dengan tulisan karena terbiasa hanya memilih dari alternatif yang sudah ada. 
  3. Terlalu dominannya tes objektif dapat menyebabkan kurangnya daya analisis dan kemampuan berpikir karena terbiasa tes objektif yang bisa tebak jawaban
  4. Kekuatan tes esay adalah dalam mengukur hasil belajar yang kompleks dan melibatkan level kognitif yang tinggi. 
  5. Melalui tes esay guru dapat mencermati proses berpikir siswa
Instrumen NON TES

a. Angket/kuisioner
alat penilaian berupa daftar pertanyaan/pernyataan tertulis untuk menjaring informasi tentang sesuatu. Angket dapat digunakan untuk memperoleh informasi kognitif maupun afektif. Untuk penilaian aspek kognitif, angket digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari tes sehingga data yang diperoleh lebih komprehensif. 
b. Lembar obeservasi
pedoman yang digunakan guru dalam melakukan observasi pembelajaran. Observasi bisa dilakukan secara langsung tanpa menggunakan lembar observasi, tetapi jika guru menginginkan observasi yang terfokus maka sebaiknya guru menggunakan pedoman observasi ini.  
c. Pedoman wawancara 
pedoman yang digunakan guru dalam melakukan wawancara dengan siswa. Guru bisa wawancara langsung tanpa menggunakan pedoman wawancara, tetapi jika guru menginginkan wawancara yang lebih terfokus sebaiknya guru menggunakan pedoman wawancara ini

Kamis, 30 September 2021

Kuis TA'TUNK (Data Tunggal dan Berkelompok)

Latihan berhitung Ukuran Pemusatan Data pada Data Tunggal dan Berkelompok, serta membuat Tabel Distribusi Frekuensinya!

"Mulanya takut, lama-lama setelah kenal ndak mau jauh-jauh, pengennya ngituuuung terus😊" Semoga kita menjadi salah satu pribadi yang tak pernah lupa untuk bersyukur ya😉


1. Jika diketahui ada data sebagai berikut : 
    65, 70, 90, 40, 35, 45, 70, 80, dan 50

    Carilah : 

    a. Mean, Median, Modus

    b. Kuartil ke-1 dan Kuartil ke-3

    c. Desil ke-6 dan Persentil ke-14

2. Jika diketahui data sebagai berikut

    

    Carilah:
    a. Mean, Median, Modus
 
    b. Kuartil ke-1 dan Kuartil ke-3

    c. Desil ke-8 dan Persentil ke-20

3. Diketahui data nilai Matematika peserta didik kelas 1 SD Makmur Sejahtera di desa Semantun

     60  65  70  60  65  68  79  76  50  55  55  44  49  50  68

     70  74  77  75  75  77  79  55  58  57  60  62  61  66  65

    Buatlah tabel distribusi frekuensi lengkapnya    


-Semangat berlatih ya, Jangan lupa bahagia-


Senin, 27 September 2021

KUIS

Kuis1&4
(Kuis ini bertopik bilangan cacah, bilangan bulat, pecahan serta bilangan rasional dan irrasional)

Silahkan kerjakan soal di bawah ini dengan menggunakan cara atau trik yang paling cepat dan tepat!

catatan: dikerjakan di folio bergaris dan dikumpulkan di assignment TEAMS

1. Tentukan pola untuk mencari hasil perkalian berikut ini!
   
     23 x 11 = 253     52 x 11 = 572     34 x 11 = 374
     Gunakan pola tersebut untuk mencari hasil perkalian berikut ini!
      a. 72 x 11 
      b. 96 x 11
      c. 65 x 11

2. Isilah titik-tik di bawah ini dengan pecahan yang benar!
    a. 5 helai sama dengan ... kodi
    b. 15 menit sama dengan ... jam
    c. 6 jam sama dengan ... hari
    d. 12 hari sama dengan ... tahun

3. Pak Ahmad dan Pak Roni memberikan tes yang sama kepada para siswanya di kelas VA dan VB.Di kelas Pak Ahmad ada 28 siswa dari 36 siswa  dinyatakan berhasil. sedangkan di kelas  Pak Roni, ada 26 siswa dari 32 siswa yang berhasil. Kelas manakah yang tingkat  keberhasilannya tinggi?

4. Tuliskanlah urutan bilang-bilangan bulat berikut mulai dari yang terkecil dari kiri ke kanan! (Tunjukkan dengan membuat garis bilangan)
    a. 5, -5, 3, -2, 0
    b. 3, -12, -8, -6, 1
    c. -2, -7, -12, -9, -5



5. Bagaimanakah menjelaskan hubungan a dan b dalam konsep bilangan irrasional?

6. Gunakan garis bilangan untuk menjelaskan perkalian 
yang berbeda dengan untuk menjelaskan!
7. Gunakan bantuan bidang datar untuk menjelaskan 6 x 8!

8. Gunakan pendekatan garis bilangan untuk mencari nilai dari akar 7!



-Selamat Mengerjakan😐-



Kamis, 23 September 2021

Bahan Ajar dalam Pembelajaran Matematika di SD

A.    PENGERTIAN BAHAN AJAR

Bahan ajar adalah bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran (Pannen, 1995). Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya (Widodo dan Jasmadi dalam Lestari, 2013:1). Bahan atau materi pembelajaran pada dasarnya adalah “isi” dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/subtopik dan rinciannya (Ruhimat, 2011:152).

Bahan ajar itu sangat unik dan spesifik. Unik, artinya bahan ajar tersebut hanya dapat digunakan untuk audiens tertentu dalam suatu proses pembelajaran tertentu. Spesifik artinya isi bahan ajar tersebut dirancang sedemikian rupa hanya untuk mencapai tujuan tertentu dari audiens tertentu. Sistematika cara penyampaiannya pun disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik siswa yang menggunakannya.


B. KARAKTERISTIK BAHAN AJAR

Ada beragam bentuk buku, baik yang digunakan untuk sekolah maupun perguruan tinggi, contohnya buku referensi, modul ajar, buku praktikum, bahan ajar, dan buku teks pelajaran. Jenis-jenis buku tersebut tentunya digunakan untuk mempermudah peserta didik untuk memahami materi ajar yang ada di dalamnya.

Sesuai dengan penulisan modul yang dikeluarkan oleh Direktorat Guruan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2003, bahan ajar memiliki beberapa karakteristik, yaitu self instructional, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly (Widodo dan Jasmadi dalam Lestari, 2013 : 2).

1.     Self instructional

bahan ajar dapat membuat siswa mampu membelajarkan diri sendiri dengan bahan ajar yang dikembangkan. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka di dalam bahan ajar harus terdapat tujuan yang dirumuskan dengan jelas, baik tujuan akhir maupun tujuan antara. Selain itu, dengan bahan ajar akan memudahkan siswa belajar secara tuntas dengan memberikan materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit atau kegiatan yang lebih spesifik.

2.     Self contained

seluruh materi pelajaran dari satu unit kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu bahan ajar secara utuh. Jadi sebuah bahan ajar haruslah memuat seluruh bagian-bagiannya dalam satu buku secara utuh untuk memudahkan pembaca mempelajari bahan ajar tersebut.

3.     Stand alone (berdiri sendiri)

bahan ajar yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain. Artinya sebuah bahan ajar dapat digunakan sendiri tanpa bergantung dengan bahan ajar lain.

4.     Adaptive

bahan ajar hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Bahan ajar harus memuat materi-materi yang sekiranya dapat menambah pengetahuan pembaca terkait perkembangan zaman atau lebih khususnya perkembangan ilmu dan teknologi.

5.     User friendly

setiap intruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Jadi bahan ajar selayaknya hadir untuk memudahkan pembaca untuk mendapat informasi dengan sejelas-jelasnya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bahan ajar yang mampu membuat siswa untuk belajar mandiri dan memperoleh ketuntasan dalam proses pembelajaran sebagai berikut.

1. Memberikan contoh-contoh dan ilustrasi yang menarik dalam rangka mendukung pemaparan materi pembelajaran.

2. Memberikan kemungkinan bagi siswa untuk memberikan umpan balik atau mengukur penguasaannya terhadap materi yang diberikan dengan memberikan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya.

3. Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan siswa.

4. Bahasa yang digunakan cukup sederhana karena siswa hanya berhadapan dengan bahan ajar ketika belajar secara mandiri.


C. JENIS BAHAN AJAR

Pengelompokan bahan ajar berdasarkan jenisnya dilakukan dengan berbagai cara oleh beberapa ahli dan masing-masing ahli mempunyai justifikasi sendiri-sendiri pada saat mengelompokkannya. Heinich, dkk. (1996) mengelompokkan jenis bahan ajar berdasarkan cara kerjanya. Untuk itu ia mengelompokkan jenis bahan ajar ke dalam 5 kelompok besar, yaitu:

1.     bahan ajar yang tidak diproyeksikan seperti foto, diagram, display, model;

2.     bahan ajar yang diproyeksikan, seperti slide, filmstrips, overhead transparencies, proyeksi komputer;

3.     bahan ajar audio, seperti kaset dan compact disc;

4.     bahan ajar video, seperti video dan film;

5.     bahan ajar (media) komputer, misalnya Computer Mediated Instruction (CMI), Computer Based Multimedia atau Hypermedia.

Ellington dan Race (1997) mengelompokkan jenis bahan ajar berdasarkan bentuknya. Mereka mengelompokkan jenis bahan ajar tersebut ke dalam 7 jenis.

1.     Bahan Ajar Cetak dan duplikatnya, misalnya handouts, lembar kerja siswa, bahan belajar mandiri, bahan untuk belajar kelompok.

2.     Bahan Ajar Display yang tidak diproyeksikan, misalnya flipchart, poster, model, dan foto.

3.     Bahan Ajar Display Diam yang diproyeksikan, misalnya slide, filmstrips, dan lain-lain.

4.     Bahan Ajar Audio, misalnya audiodiscs, audio tapes, dan siaran radio.

5.     Bahan Ajar Audio yang dihubungkan dengan bahan visual diam, misalnya program slide suara, program filmstrip bersuara, tape model, dan tape realia.

6.     Bahan Ajar Video, misalnya siaran televisi, dan rekaman videotape.

7.     Bahan Ajar Komputer, misalnya Computer Assisted Instruction (CAI) dan Computer Based Tutorial (CBT).

Rowntree (1994) di sisi lain, memiliki sudut pandang yang sedikit berbeda dengan kedua ahli di atas dalam mengelompokkan jenis bahan ajar ini. Menurut Rowntree, jenis bahan ajar dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok berdasarkan sifatnya, yaitu:

1. Bahan ajar berbasiskan cetak, termasuk di dalamnya buku, pamflet, panduan belajar siswa, bahan tutorial, buku kerja siswa, peta, charts, foto, bahan dari majalah dan koran, dan lain-lain;

2. Bahan ajar yang berbasiskan teknologi, seperti audiocassette, siaran radio, slide, filmstrips, film, video cassette, siaran televisi, video interaktif, Computer Based Tutorial (CBT) dan multimedia;

3. Bahan ajar yang digunakan untuk praktik atau proyek, seperti kit sains, lembar observasi, lembar wawancara, dan lain-lain;

4. Bahan ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia (terutama dalam pendidikan jarak jauh), misalnya telepon dan video conferencing.

Mengacu pada pendapat ketiga ahli tersebut di atas maka dalam modul ini penulis akan mengelompokkan bahan ajar ke dalam 2 kelompok besar, yaitu jenis bahan ajar cetak dan bahan ajar noncetak. Jenis bahan ajar cetak yang dimaksud dalam buku materi pokok ini adalah modul, handout, dan lembar kerja. Sementara yang termasuk kategori jenis bahan ajar noncetak adalah realia, bahan ajar yang dikembangkan dari barang sederhana, bahan ajar diam dan display, video, audio, dan overhead transparencies (OHT).

1.     Handout
Handout adalah “segala sesuatu” yang diberikan kepada peserta didik ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Kemudian, ada juga yang yang mengartikan handout sebagai bahan tertulis yang disiapkan untuk memperkaya pengetahuan peserta didik (Prastowo dalam Lestari, 2011: 79). Guru dapat membuat handout dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh siswa. Saat ini handout dapat diperoleh melalui download internet atau menyadur dari berbagai buku dan sumber lainnya.

2.     Buku
Buku sebagai bahan ajar merupakan buku yang berisi ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis. Buku disusun dengan menggunakan bahasa sederhana, menarik, dilengkapi gambar, keterangan, isi buku, dan daftar pustaka. Buku akan sangat membantu guru dan siswa dalam mendalami ilmu pengetahuan sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.
Secara umum, buku dibedakan menjadi empat jenis (Prastowo dalam Lestari, 2011: 79) yaitu sebagai berikut.

  1. Buku sumber, yaitu buku yang dapat dijadikan rujukan, referensi, dan sumber untuk kajian ilmu tertentu, biasanya berisi suatu kajian ilmu yang lengkap.
  2. Buku bacaan, yaitu buku yang hanya berfungsi untuk bahan bacaan saja, misalnya cerita, legenda, novel, dan lain sebagainya.
  3. Buku pegangan, yaitu buku yang bisa dijadikan pegangan guru atau pengajar dalam melaksanakan proses pengajaran.
  4. Buku bahan ajar atau buku teks, yaitu buku yang disusun untuk proses pembelajaran dan berisi bahan-bahan atau materi pembelajaran yang akan diajarkan.

3.     Modul

Modul merupakan bahan ajar yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Oleh karena itu, modul harus berisi tentang petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi materi pelajaran, informasi pendukung, latihan soal, petunjuk kerja, evaluasi, dan balikan terhadap evaluasi. Dengan pemberian modul, siswa dapat belajar mandiri tanpa harus dibantu oleh guru.

4.     Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS, siswa akan mendapat materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu siswa juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan dan pada saat yang bersamaan siswa diberikan materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut.

5.     Buku Ajar
Buku ajar adalah sarana belajar yang bisa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran dan pengertian moderen dan yang umum dipahami.

6.     Buku Teks
Buku teks juga dapat didefinisikan sebagai buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang merupakan buku standar yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu buat maksud dan tujuan-tujuan instruksional yang dilengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran.

Bahan ajar noncetak meliputi bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disc audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disc dan film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CIA (Computer Assisted Intruction), Compact Disc (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials) (Lestari, 2013: 6).

 

D. FUNGSI BAHAN AJAR

Secara garis besar, fungsi bahan ajar bagi guru adalah untuk mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. Fungsi bahan ajar bagi siswa untuk menjadi pedoman dalam proses pembelajaran dan merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya dipelajari.

Bahan ajar juga berfungsi sebagai alat evaluasi pencapaiana hasilpembelajaran. Bahan ajar yang baik sekurang-kurangnya mencakup petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi pelajaran, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja, evaluasi dan respon terhadap hasil evaluasi (Prastowo dalam Lestari, 2011: 2004).

Karakteristik siswa yang berbeda berbagai latar belakangnya akan sangat terbantu dengan adanya kehadiran bahan ajar, karena dapat dipelajari sesuai dengan kemampuan yang dimilki sekaligus sebagai alat evaluasi penguasaan hasil belajar karena setiap hasil belajar dalam bahan ajar akan selalu dilengkapi dengan sebuah evaluasi guna mengukur penguasaan kompetensi.

Berdasarkan strategi pembelajaran yang digunakan, fungsi bahan ajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu fungsi dalam pembelajaran klasikal, pembelajaran individual, dan pembelajaran kelompok (Prastowo dalam Lestari, 2011: 25- 26).

1. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran klasikal, antara lain:

  1. Sebagai satu-satunya sumber informasi serta pengawas dan pengendali proses pembelajaran (dalam hal ini, siswa bersifat pasif dan belajar sesuai kecepatan siswa dalam belajar).
  2. Sebagai bahan pendukung proses pembelajaran yang diselenggarakan.

2. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran individual, antara lain :

  1. Sebagai media utama dalam proses pembelajaran.
  2. Sebagai alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses peserta didik dalam memperoleh informasi.
  3. Sebagai penunjang media pembelajaran individual lainnya.

3. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kelompok, antara lain:

a.     Sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses belajar kelompok, dengan cara memberikan informasi tentang latar belakan materi, onformasi tentang peran orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran kelompok, serta petunjuk tentang proses pembelajaran kelompoknya sendiri.

b.     Sebagai bahan pendukung bahan belajar utama, dan apabila dirancang sedemikian rupa, maka dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

 

E. PERAN BAHAN AJAR

Bahan ajar sangat penting, artinya bagi guru maupun siswa dalam proses pembelajaran. Tanpa bahan ajar akan sulit bagi guru untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Demikian pula tanpa bahan ajar akan sulit bagi siswa untuk mengikuti proses belajar di kelas, apalagi jika gurunya mengajarkan materi dengan cepat dan kurang jelas. Mereka dapat kehilangan jejak, tanpa mampu menelusuri kembali apa yang telah diajarkan gurunya. Oleh sebab itu, bahan ajar dianggap sebagai bahan yang dapat dimanfaatkan, baik oleh guru maupun siswa, sebagai salah satu instrumen untuk memperbaiki mutu pembelajaran.

1. Peran Bahan Ajar bagi Guru

Menghemat waktu guru dalam mengajar. Dengan adanya bahan ajar dalam berbagai jenis dan bentuknya, waktu mengajar guru dapat dipersingkat. Artinya, guru dapat menugaskan siswa untuk mempelajari terlebih dahulu materi yang akan diajarkan serta meminta mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di bagian terakhir setiap pokok bahasan. Sehingga, setibanya di kelas, guru tidak perlu lagi menjelaskan semua materi pelajaran yang akan dibahas, tetapi hanya membahas materimateri yang belum diketahui siswa saja. Dengan demikian, waktu untuk mengajar bisa lebih dihemat dan waktu yang tersisa dapat dimanfaatkan untuk diskusi, tanya jawab atau kegiatan pembelajaran lainnya.

2. Peran Bahan Ajar bagi Siswa

Siswa dapat belajar tanpa harus ada guru atau teman siswa yang lain. Artinya, dengan adanya bahan ajar yang dirancang dan ditulis dengan urutan yang baik dan logis serta sejalan dengan jadwal pelajaran yang ada dalam satu semester, misalnya maka siswa dapat mempelajari bahan ajar tersebut secara mandiri di mana pun ia suka. Dengan demikian, siswa lebih siap mengikuti pelajaran karena telah mengetahui terlebih dahulu materi yang akan dibahas. Di samping itu, dengan mempelajari bahan ajar terlebih dahulu paling tidak siswa telah mengetahui konsep-konsep inti dari materi yang dibahas dalam pertemuan tersebut dan ia dapat mengidentifikasi materimateri yang masih belum jelas, untuk nanti ditanyakan kepada guru di kelas. Selain itu, dengan bahan ajar yang telah dipelajari, siswa akan mampu mengantisipasi tugas apa yang akan diberikan gurunya, setelah pelajaran selesai. Dengan demikian, siswa lebih siap lagi untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut.

3. Peran Bahan Ajar dalam Pembelajaran

a. Pembelajaran klasikal

Secara umum, bahan ajar dapat digunakan untuk menambah dan meningkatkan mutu pembelajaran klasikal. Ellington and Race (1997) menyebutkan beberapa pemanfaatan bahan ajar dalam proses pembelajaran klasikal, yaitu berikut ini.

1)    Bahan ajar dapat dijadikan sebagai bahan yang tak terpisahkan dari buku utama. Dalam hal ini bahan ajar dapat berbentuk (a) petunjuk tentang cara mempelajari materi yang akan dibahas dalam buku utama; (b)  bimbingan atau arahan dari guru kepada siswa untuk mencatat penjelasan lebih terperinci dari materi yang dibahas dalam buku utama; (c)    petunjuk tentang cara mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah; (d) gambar-gambar atau ilustrasi yang merupakan penjelasan lebih terperinci dari penjelasan materi yang dilakukan secara deskriptif dalam buku utama; (e)    buku kerja siswa.

2)    Bahan ajar dapat juga dianggap sebagai pelengkap/suplemen buku utama. Dalam hal ini bahan ajar dapat berisi tentang hal-hal berikut, (a)    Materi pengayaan untuk buku materi utama; (b)  Uraian tentang latar belakang materi; (c) Penjelasan tentang perbaikan-perbaikan yang perlu diketahui siswa dari materi buku utama.

3)    Bahan ajar dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, caranya dengan membuat bahan ajar yang penuh dengan gambar dan dibuat berwarna sehingga menarik bagi siswa untuk mempelajarinya serta berbeda dengan buku utamanya yang sifatnya baku.

4)   Bahan ajar dapat dijadikan sebagai bahan yang mengandung penjelasan tentang bagaimana mencari penerapan, hubungan, serta keterkaitan antara satu topik dengan topik lainnya.

b. Pembelajaran individual

Pembelajaran individual ditandai dengan metode pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa dibandingkan guru (learner-centered vs teacher-centered). Metode pembelajaran individual dirancang untuk kebutuhan masing-masing siswa secara individual, yang berbeda cara dan kecepatan belajar siswa yang satu dengan yang lain. Pembelajaran individual ini dapat berupa text-based, seperti yang biasa dipakai dalam correspondence study sampai dengan cara terbaru yang menggunakan LAN dan Computerbased.

Bahan ajar dalam pembelajaran individual adalah sebagai bahan utama dan perannya sangat menentukan kelancaran proses pembelajaran. Hal ini disebabkan bahan ajar individual/mandiri selain memuat informasi tentang hal-hal yang harus dipelajari siswa, tetapi juga disesuaikan sedemikian rupa sehingga mampu mengontrol kegiatan belajar siswa.

Oleh sebab itu, bahan ajar untuk pembelajaran individual ini harus dirancang dan dikembangkan dengan sangat hati-hati dibanding dengan bahan ajar yang berperan sebagai penunjang saja. Dalam pembelajaran individual bahan ajar berperan sebagai:

1)     media utama dalam proses pembelajaran, misalnya bahan ajar cetak atau bahan ajar cetak yang dilengkapi dengan program audio visual atau komputer;

2)     alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses siswa memperoleh informasi;

3)     penunjang media pembelajaran individual lainnya, misalnya siaran radio, siaran televisi, dan teleconferencing

c. Pembelajaran kelompok

Metode pembelajaran kelompok didasarkan pada humanistic psychology yang menekankan pada cara orang berinteraksi dalam kelompok kecil dengan menggunakan pendekatan dinamika kelompok. Ketika metode ini digunakan dalam situasi pembelajaran, pada umumnya metode ini tidak membutuhkan perangkat keras yang dirancang khusus, dan dalam beberapa hal sangat sedikit membutuhkan bahan ajar dalam bentuk tertulis, seperti booklet, lembar panduan diskusi, buku kerja, dan lain-lain. Penekanannya justru diletakkan pada pendekatan dan teknik yang digunakan daripada perangkat keras dan bahan belajarnya.

 

 

 

Kisi-Kisi Ujian Tengah Semester Genap

Salam semangat calon guru SD yang penuh dengan inovasi dan kritis? Baik, bersama media blog ini, ijinkan saya untuk menyampaikan kisi-kisi u...