Senin, 04 Oktober 2021

Penilaian Pembelajaran Matematika di SD

Bagaimana sebaiknya menilai pembelajaran matematika di SD?

    Kegiatan menilai erat kaitannya dengan mengukur dan menilai. Mengukur berarti memberikan angka pada suatu proses yang telah diamati berdasarkan kriteria tertentu, menilai memberikan penjelasan dan penafsiran dari kegiatan mengukur, sedangkan evaluasi memberikan penetapan penilaian. Ketiga hal tersebut saling berkesinambungan dalam menentukan hasil belajar matematika.
    Menurut Permendiknas No 20 tahun 2007 tentang standar penilaian dijelaskan penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian bukan sekedar pengumpulan data siswa, tetapi juga pengolahannya untuk memperoleh gambaran proses dan hasil belajar siswa. Penilaian tidak sekedar memberi soal saja, tetapi guru harus menindaklanjuti untuk kepentingan pembelajaran.
    Pada Permendiknas No 20 tahun 2007 juga disebutkan bahwa penilaian hasil belajar siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 
  1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. 
  2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. 
  3. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan siswa karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 
  4. terpadu, berarti penilaian oleh guru merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. 
  5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan
  6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh guru mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan siswa. 
  7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. 
  8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. 
  9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya

Objek Matematika
    Apa yang menjadi sasaran dari penilaian pembelajaran matematika. Sampai saat ini pembelajaran matematika banyak yang lebih menekankan pada penguasaan materi matematika dan aplikasinya untuk memecahkan masalah. Situasi ini menyebabkan penilaian pembelajaran matematika hanya berorientasi pada pengukuran domain yang dangkal dan sempit, tidak menyasar kompetensi matematis yang lebih tinggi. Praktek ini berdampak tidak optimalnya hasil belajar matematika
Pada Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi disebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berikut: 
  1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 
  2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 
  3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 
  4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
  5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
    Berdasarkan Permendiknas No 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru mengamanatkan bahwa penilaian hendaknya harus disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran. Sedangkan karakteristik matematika itu sendiri mengarahkan pada dua arah pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang (Utari Sumarmo, 2010). Visi pertama mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya (mathematical problem solving) dan visi kedua mengarah ke masa depan, dimana matematika memberi peluang pada berkembangnya kemampuan berfikir logis, sistematik, kritis dan cermat, kreatif, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka. Kedua visi tersebut harus menjadi perhatian juga dalam penilaian. 

Teknik Penilaian
    Penilaian proses dan hasil belajar matematika siswa dapat dilakukan dengan teknik tes dan non tes. Teknik tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar aspek kognitif. Teknik non tes dapat berupa observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, angket, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan siswa. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran untuk mengumpulkan data tentang pemahaman siswa, sikap terhadap pelajaran, kemampuan memecahkan masalah, kerjasama, kebutuhan bantuan dalam belajar, motivasi belajar, dan lain-lain. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang penguasaan kompetensi serta kecakapan/keterampilan tertentu. Teknik angket digunakan untuk menjaring informasi berdasarkan pengakuan dan pendapat siswa melalui respon mereka terhadap pernyataan/pertanyaan yang diajukan dalam angket.

Tes tidak lagi harus diandalkan menjadi satu-satunya teknik penilaian dalam pembelajaran matematika. Dominasi penggunaan tes dalam penilaian selama ini telah menghilangkan peluang pemerolehan infomasi belajar matematika yang holistik dan mendalam yang menilai pembelajaran dari 3 (tiga) aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Bukan berarti tes tidak boleh digunakan lagi. Sesuai  karakteristik dasar matematika, tes tetap menjadi salah satu cara pengumpulan data belajar matematika siswa. Harapannya, jika tes digunakan, tes dapat diarahkan pada penggalian informasi yang bervariasi dan berorientasi tingkat berpikir yang lebih tinggi. Dikarenakan, objek belajar matematika yang luas membutuhkan tes yang lebih terbuka dan memberi kesempatan lebih luas bagi siswa menunjukkan bagian kompetensi matematis yang sudah dan belum dikuasai. Berikut penjelasan tentang instrumen penilaian pada pembelajaran matematika di SD yang bisa menjadi pedoman.

Intrumen bentuk TES

a. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes dimana keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia dan peserta harus memilih salah satu alternatif yang disediakan tersebut. Terdapat beberapa bentuk tes objektif, yaitu:

1) Tes Benar Salah  
Tes yang memuat pernyataan benar atau salah. Peserta bertugas menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari huruf “B” jika pernyataan benar, dan “S” jika pernyataan salah.

Contoh: 
B-S 1. Yang termasuk bagian segitiga meliputi sisi dan daerah di dalam sisi.
B-S 2. Berapapun jari-jarinya, luas lingkaran adalah 0. 

Bentuk tes benar salah saat ini jarang digunakan guru matematika. Padahal melalui tes benar salah ini banyak domain belajar matematika yang bisa di gali, misal: pemahaman konsep, kemampuan bernalar, analisis dan lain-lain. Dua butir pertanyaan benar salah di atas dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep siswa tentang segitiga dan lingkaran

2) Tes Pilihan Ganda
Tes pilihan ganda adalah tes yang memuat serangkaian informasi yang belum lengkap, dan untuk melengkapinya dilakukan dengan memilih berbagai alternatif pilihan yang disediakan. Ada empat variasi tes pilihan ganda, yaitu: tes pilihan ganda biasa, asosiasi, hubungan antar hal, dan menjodohkan.

a) Tes pilihan ganda
soal yang disertai beberapa alternatif jawaban dimana hanya tersedia 1 pilihan benar, dan siswa tugasnya adalah memilih mana dari alternatif-alternatif tersebut yang benar. 
b) Tes asosiasi
merupakan modifikasi dari tes pilihan ganda biasa. Bentuk asosiasi juga terdiri dari satu pernyataan dan beberapa alternatif jawaban, hanya saja terdapat lebih dari satu jawaban yang benar. Salah satu bentuknya adalah dengan mengikuti petunjuk sebagai berikut:

Petunjuk mengerjakan soal: 
Pilihan a bila jawaban 1, 2, dan 3 benar 
Pilihan b bila jawaban 1 dan 3 benar 
Pilihan c bila jawaban 2 dan 4 benar 
Pilihan d bila jawaban 4 saja yang benar 

Saat ini bentuk tes ini jarang digunakan. Padahal bentuk tes ini tidak kalah potensialitasnya dibanding tes pilihan ganda biasa. Dibanding tes pilihan ganda biasa, tes bentuk ini lebih menuntut siswa bernalar, melihat semua kemungkinan jawaban, dan juga melihat hubungan antar bagian. 

c) Tes hubungan antar hal
soal yang memuat pernyataan dan alasan, dengan pola memuat pernyataan dan memuat alasan. 

Petunjuk pilihan: 
 (a) Jika pernyataan benar, alasan benar, dan ada hubungan sebab akibat 
 (b) Jika pernyataan benar, alasan benar, dan tidak ada hubungan sebab akibat 
 (c) Jika pernyataan benar, alasan salah 
 (d) Jika pernyataan salah, dan alasan salah 
 (e) Baik pernyataan maupun alasan salah

Tes ini jarang digunakan, padahal tes hubungan antar hal ini sangat baik digunakan untuk mengukur banyak dimensi belajar matematika, antara lain: kemampuan bernalar siswa, pemahaman konsep, hubungan antar konsep, kemampuan berpikir matematis, dan lain-lain. 

d) Tes menjodohkan, 
dalam bentuk tradisional item tes menjodohkan terdiri dari dua kolom yang pararel. Tiap kata, bilangan, atau simbol dijodohkan dengan kalimat, frase, atau kata dalam kolom yang lain. Item pada kolom di mana penjodohan dicari disebut premis, sedangkan kolom di mana pilihan dicari disebut respon. Tugas siswa adalah memasangkan antara presmis dan respon berdasarkan aturan yang ditentukan. Tes menjodohkan ini juga relatif jarang digunakan dalam penilaian pembelajaran matematika. Padahal seperti halnya tes hubungan antar hal, tes bentuk ini juga dapat digunakan untuk mengukur banyak dimensi belajar matematika, antara lain: mengukur kemampuan bernalar siswa, pemahaman konsep, hubungan antar konsep, kemampuan berpikir matematis, dan lain-lain.
 
b. Tes esay 
suatu bentuk tes yang terdiri dari pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Tes ini dirancang untuk mengukur hasil belajar di mana unsur yang diperlukan untuk menjawab soal dicari, diciptakan dan disusun sendiri siswa. Siswa harus menyusun sendiri kata dan kalimat untuk menjawabannya. Tes esay diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, yiatu: uraian bebas (non objektif), uraian terstruktur (objektif), jawaban singkat, dan isian (melengkapi). Penjelasannya sebagai berikut:
1) Uraian non objektif 
Bentuk uraian bebas memberikan kebebasan untuk memberikan opini serta alasan yang diperlukan. Jawaban siswa tidak dibatasi oleh persyaratan tertentu. 
2) Uraian objektif 
Bentuk uraian terstruktur atau uraian terbatas meminta siswa untuk memberikan jawaban terhadap soal dengan persyaratan tertentu 
3) Jawaban singkat 
Tes jawaban singkat merupakan tipe item tes yang dapat dijawab dengan kata, frasa, bilangan, atau simbol. Tes jawaban singkat menggunakan pertanyaan langsung, dan siswa diminta memberi jawaban singkat, tepat dan jelas. 
4) Bentuk melengkapi (isian) 
Item tes melengkapi hampir sama dengan jawaban singkat, yaitu merupakan tipe item tes yang dapat dijawab dengan kata, frasa, bilangan atau simbol. Bedanya, item tes melengkapi merupakan pernyataan yang tidak lengkap, dan siswa diminta untuk melengkapi pernyataan tersebut.  

Mengapa dalam dala penilaian hasil belajar matematika di SD cenderung ke tes essay?

karena kesadaran bahwa: 
  1. Menurunnya hasil belajar matematika disinyalir karena dominannya tes objektif 
  2. Tes pilihan ganda tidak memberi kesempatan siswa mengkomunikasikan ide dengan tulisan karena terbiasa hanya memilih dari alternatif yang sudah ada. 
  3. Terlalu dominannya tes objektif dapat menyebabkan kurangnya daya analisis dan kemampuan berpikir karena terbiasa tes objektif yang bisa tebak jawaban
  4. Kekuatan tes esay adalah dalam mengukur hasil belajar yang kompleks dan melibatkan level kognitif yang tinggi. 
  5. Melalui tes esay guru dapat mencermati proses berpikir siswa
Instrumen NON TES

a. Angket/kuisioner
alat penilaian berupa daftar pertanyaan/pernyataan tertulis untuk menjaring informasi tentang sesuatu. Angket dapat digunakan untuk memperoleh informasi kognitif maupun afektif. Untuk penilaian aspek kognitif, angket digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari tes sehingga data yang diperoleh lebih komprehensif. 
b. Lembar obeservasi
pedoman yang digunakan guru dalam melakukan observasi pembelajaran. Observasi bisa dilakukan secara langsung tanpa menggunakan lembar observasi, tetapi jika guru menginginkan observasi yang terfokus maka sebaiknya guru menggunakan pedoman observasi ini.  
c. Pedoman wawancara 
pedoman yang digunakan guru dalam melakukan wawancara dengan siswa. Guru bisa wawancara langsung tanpa menggunakan pedoman wawancara, tetapi jika guru menginginkan wawancara yang lebih terfokus sebaiknya guru menggunakan pedoman wawancara ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisi-Kisi Ujian Tengah Semester Genap

Salam semangat calon guru SD yang penuh dengan inovasi dan kritis? Baik, bersama media blog ini, ijinkan saya untuk menyampaikan kisi-kisi u...