Kegiatan menilai erat kaitannya dengan mengukur dan menilai. Mengukur berarti memberikan angka pada suatu proses yang telah diamati berdasarkan kriteria tertentu, menilai memberikan penjelasan dan penafsiran dari kegiatan mengukur, sedangkan evaluasi memberikan penetapan penilaian. Ketiga hal tersebut saling berkesinambungan dalam menentukan hasil belajar matematika.
Menurut Permendiknas No 20 tahun 2007 tentang standar penilaian dijelaskan penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan
pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian bukan sekedar pengumpulan data siswa, tetapi
juga pengolahannya untuk memperoleh gambaran proses dan hasil belajar siswa. Penilaian
tidak sekedar memberi soal saja, tetapi guru harus menindaklanjuti untuk kepentingan pembelajaran.
Pada Permendiknas No 20 tahun 2007 juga disebutkan bahwa penilaian hasil belajar
siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
- sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
- objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
- adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan siswa karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
- terpadu, berarti penilaian oleh guru merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
- terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan
- menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh guru mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan siswa.
- sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
- beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
- akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya
Objek Matematika
Apa yang menjadi sasaran
dari penilaian pembelajaran matematika. Sampai saat ini pembelajaran matematika
banyak yang lebih menekankan pada penguasaan materi matematika dan aplikasinya
untuk memecahkan masalah. Situasi ini
menyebabkan penilaian pembelajaran matematika hanya berorientasi pada
pengukuran domain yang dangkal dan sempit, tidak menyasar kompetensi matematis
yang lebih tinggi. Praktek ini berdampak tidak optimalnya hasil belajar matematika
Pada
Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi disebutkan bahwa mata pelajaran
matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berikut:
- Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
- Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
- Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
- Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
- Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
Berdasarkan Permendiknas No 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan
kompetensi guru mengamanatkan bahwa penilaian hendaknya harus disesuaikan dengan karakteristik
mata pelajaran. Sedangkan karakteristik matematika itu sendiri mengarahkan pada dua
arah pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa
datang (Utari Sumarmo, 2010). Visi pertama mengarahkan pembelajaran matematika
untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya (mathematical problem solving) dan visi kedua mengarah ke masa depan, dimana matematika
memberi peluang pada berkembangnya kemampuan berfikir logis, sistematik, kritis dan
cermat, kreatif, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap
keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka.
Kedua visi tersebut harus menjadi perhatian juga dalam penilaian.
Teknik Penilaian
Penilaian proses dan hasil belajar matematika siswa dapat dilakukan dengan teknik
tes dan non tes. Teknik tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes
kinerja yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar aspek kognitif.
Teknik non tes dapat berupa observasi, penugasan perseorangan atau kelompok,
angket, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat
perkembangan siswa. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama
pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran untuk mengumpulkan data tentang pemahaman siswa, sikap terhadap pelajaran, kemampuan
memecahkan masalah, kerjasama, kebutuhan bantuan dalam belajar, motivasi belajar,
dan lain-lain. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat
berbentuk tugas rumah dan/atau proyek yang digunakan untuk mengumpulkan data
tentang penguasaan kompetensi serta kecakapan/keterampilan tertentu. Teknik angket
digunakan untuk menjaring informasi berdasarkan pengakuan dan pendapat siswa
melalui respon mereka terhadap pernyataan/pertanyaan yang diajukan dalam angket.
Tes tidak lagi harus diandalkan menjadi satu-satunya
teknik penilaian dalam pembelajaran matematika. Dominasi penggunaan tes dalam
penilaian selama ini telah menghilangkan peluang pemerolehan infomasi belajar
matematika yang holistik dan mendalam yang menilai pembelajaran dari 3 (tiga) aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Bukan berarti tes tidak boleh
digunakan lagi. Sesuai karakteristik dasar matematika, tes tetap menjadi salah
satu cara pengumpulan data belajar matematika siswa. Harapannya, jika tes digunakan, tes dapat diarahkan pada penggalian informasi yang bervariasi dan berorientasi tingkat
berpikir yang lebih tinggi. Dikarenakan, objek belajar matematika yang luas membutuhkan tes
yang lebih terbuka dan memberi kesempatan lebih luas bagi siswa menunjukkan
bagian kompetensi matematis yang sudah dan belum dikuasai. Berikut penjelasan tentang instrumen penilaian pada pembelajaran matematika di SD yang bisa menjadi pedoman.
Intrumen bentuk TES
a. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes dimana keseluruhan informasi yang diperlukan untuk
menjawab tes telah tersedia dan peserta harus memilih salah satu alternatif yang
disediakan tersebut. Terdapat beberapa bentuk tes objektif, yaitu:
1) Tes Benar Salah
Tes yang memuat pernyataan benar atau salah. Peserta
bertugas menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari huruf “B”
jika pernyataan benar, dan “S” jika pernyataan salah.
Contoh:
B-S 1. Yang termasuk bagian segitiga meliputi sisi dan daerah di dalam sisi.
B-S 2. Berapapun jari-jarinya, luas lingkaran adalah 0.
Bentuk tes benar salah saat ini jarang digunakan guru matematika. Padahal melalui
tes benar salah ini banyak domain belajar matematika yang bisa di gali, misal:
pemahaman konsep, kemampuan bernalar, analisis dan lain-lain. Dua butir
pertanyaan benar salah di atas dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman
konsep siswa tentang segitiga dan lingkaran
2) Tes Pilihan Ganda
Tes pilihan ganda adalah tes yang memuat serangkaian informasi yang belum
lengkap, dan untuk melengkapinya dilakukan dengan memilih berbagai alternatif
pilihan yang disediakan. Ada empat variasi tes pilihan ganda, yaitu: tes pilihan
ganda biasa, asosiasi, hubungan antar hal, dan menjodohkan.
a) Tes pilihan ganda
soal yang disertai beberapa alternatif jawaban dimana
hanya tersedia 1 pilihan benar, dan siswa tugasnya adalah memilih mana dari
alternatif-alternatif tersebut yang benar.
b) Tes asosiasi
merupakan modifikasi dari tes pilihan ganda biasa. Bentuk asosiasi
juga terdiri dari satu pernyataan dan beberapa alternatif jawaban, hanya saja
terdapat lebih dari satu jawaban yang benar. Salah satu bentuknya adalah dengan
mengikuti petunjuk sebagai berikut:
Petunjuk mengerjakan soal:
Pilihan a bila jawaban 1, 2, dan 3 benar
Pilihan b bila jawaban 1 dan 3 benar
Pilihan c bila jawaban 2 dan 4 benar
Pilihan d bila jawaban 4 saja yang benar
Saat ini bentuk tes ini jarang digunakan. Padahal bentuk tes ini tidak kalah
potensialitasnya dibanding tes pilihan ganda biasa. Dibanding tes pilihan ganda biasa, tes bentuk ini lebih menuntut siswa bernalar, melihat semua kemungkinan
jawaban, dan juga melihat hubungan antar bagian.
c) Tes hubungan antar hal
soal yang memuat pernyataan dan alasan, dengan
pola memuat pernyataan dan memuat alasan.
Petunjuk pilihan:
(a) Jika pernyataan benar, alasan benar, dan ada hubungan sebab akibat
(b) Jika pernyataan benar, alasan benar, dan tidak ada hubungan sebab akibat
(c) Jika pernyataan benar, alasan salah
(d) Jika pernyataan salah, dan alasan salah
(e) Baik pernyataan maupun alasan salah
Tes ini jarang digunakan, padahal tes hubungan antar hal ini sangat baik
digunakan untuk mengukur banyak dimensi belajar matematika, antara lain:
kemampuan bernalar siswa, pemahaman konsep, hubungan antar konsep,
kemampuan berpikir matematis, dan lain-lain.
d) Tes menjodohkan,
dalam bentuk tradisional item tes menjodohkan terdiri dari dua
kolom yang pararel. Tiap kata, bilangan, atau simbol dijodohkan dengan kalimat,
frase, atau kata dalam kolom yang lain. Item pada kolom di mana penjodohan
dicari disebut premis, sedangkan kolom di mana pilihan dicari disebut respon.
Tugas siswa adalah memasangkan antara presmis dan respon berdasarkan aturan
yang ditentukan.
Tes menjodohkan ini juga relatif jarang digunakan dalam penilaian pembelajaran
matematika. Padahal seperti halnya tes hubungan antar hal, tes bentuk ini juga
dapat digunakan untuk mengukur banyak dimensi belajar matematika, antara lain:
mengukur kemampuan bernalar siswa, pemahaman konsep, hubungan antar
konsep, kemampuan berpikir matematis, dan lain-lain.
b. Tes esay
suatu bentuk tes yang terdiri dari pertanyaan atau perintah yang
menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Tes ini
dirancang untuk mengukur hasil belajar di mana unsur yang diperlukan untuk
menjawab soal dicari, diciptakan dan disusun sendiri siswa. Siswa harus menyusun
sendiri kata dan kalimat untuk menjawabannya.
Tes esay diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, yiatu: uraian bebas (non objektif),
uraian terstruktur (objektif), jawaban singkat, dan isian (melengkapi). Penjelasannya sebagai berikut:
1) Uraian non objektif
Bentuk uraian bebas memberikan kebebasan untuk memberikan opini serta alasan
yang diperlukan. Jawaban siswa tidak dibatasi oleh persyaratan tertentu.
2) Uraian objektif
Bentuk uraian terstruktur atau uraian terbatas meminta siswa untuk memberikan
jawaban terhadap soal dengan persyaratan tertentu
3) Jawaban singkat
Tes jawaban singkat merupakan tipe item tes yang dapat dijawab dengan kata,
frasa, bilangan, atau simbol. Tes jawaban singkat menggunakan pertanyaan
langsung, dan siswa diminta memberi jawaban singkat, tepat dan jelas.
4) Bentuk melengkapi (isian)
Item tes melengkapi hampir sama dengan jawaban singkat, yaitu merupakan tipe
item tes yang dapat dijawab dengan kata, frasa, bilangan atau simbol. Bedanya,
item tes melengkapi merupakan pernyataan yang tidak lengkap, dan siswa diminta
untuk melengkapi pernyataan tersebut.
Mengapa dalam dala penilaian hasil belajar matematika di SD cenderung ke tes essay?
karena kesadaran bahwa:
- Menurunnya hasil belajar matematika disinyalir karena dominannya tes objektif
- Tes pilihan ganda tidak memberi kesempatan siswa mengkomunikasikan ide dengan tulisan karena terbiasa hanya memilih dari alternatif yang sudah ada.
- Terlalu dominannya tes objektif dapat menyebabkan kurangnya daya analisis dan kemampuan berpikir karena terbiasa tes objektif yang bisa tebak jawaban
- Kekuatan tes esay adalah dalam mengukur hasil belajar yang kompleks dan melibatkan level kognitif yang tinggi.
- Melalui tes esay guru dapat mencermati proses berpikir siswa
Instrumen NON TES
a. Angket/kuisioner
alat penilaian berupa daftar pertanyaan/pernyataan tertulis untuk
menjaring informasi tentang sesuatu. Angket dapat digunakan untuk memperoleh
informasi kognitif maupun afektif. Untuk penilaian aspek kognitif, angket
digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari tes sehingga data yang
diperoleh lebih komprehensif.
b. Lembar obeservasi
pedoman yang digunakan guru dalam melakukan
observasi pembelajaran. Observasi bisa dilakukan secara langsung tanpa
menggunakan lembar observasi, tetapi jika guru menginginkan observasi yang
terfokus maka sebaiknya guru menggunakan pedoman observasi ini.
c. Pedoman wawancara
pedoman yang digunakan guru dalam melakukan
wawancara dengan siswa. Guru bisa wawancara langsung tanpa menggunakan
pedoman wawancara, tetapi jika guru menginginkan wawancara yang lebih
terfokus sebaiknya guru menggunakan pedoman wawancara ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar