Kamis, 21 Oktober 2021

Apa itu Lembar Kerja Peserta Didik?

A.    PENGERTIAN LKPD

Peranan guru di sekolah tidak hanya sebagai fasilitator namun kontributor dalam materi yang diajarkan. Luasnya materi disesuaikan juga dengan keilmuwan guru. Guru yang hanya membaca materi dan meminta peserta didik membaca buku diktat, akan kehilangan makna kontekstual dalam pembelajarannya. Apalagi mengajar dengan berbagai karakteristik peserta didik. Menurut Elok Pawestri dan Heri Maria Zulfiati (2020:903) kemampuan peserta didik dapat dikelompokkan, yaitu (1) level mandiri, dimana peserta didik mampu memahami dnegan suatu materi tanpa mengalami kesulitan, (2) level bantuan, dimana peserta didik memahami materi dengan bantuan, dan (3) level frustasi, peserta didik masih mengalami kesulitan khusus dalam memahami materi pelajaran.  Hal tersebut hendaknya dapat disikapi oleh guru untuk memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik. Sehingga peserta didik mampu mencapai tujuan pembelajarannya dan tidak merasa bosan atau jenuh ketika belajar. Salah satu solusinya melalui melalui pengembangan materi yang diwujudkan dalam bentuk bahan ajar yang mudah, praktis, dan jelas.

Bahan ajar yang berkualitas merupakan bahan ajar yang memuat kelengkapan dimensi pengetahuan serta melatih tingkatan proses kognitif peserta didik (Hifarianti, dkk, 2017). Menurut Andi Prastowo (2012) dalam menyusun bahan ajar keterbatasan literatur menjadi penyebab guru menggunakan bahan ajar yang siap pakai. Bahan ajar tersebut memiliki resiko seperti tidak kontekstual, tidak menarik, monoton, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang diajar. Peran guru disini sangat diharapkan dapat memberikan inovasi maupun variasi dalam bahan ajar untuk menunjang pembelajaran. Melalui Lembar Kerja Peserta Didik atau LKPD yang dulu bernama LKS atau Lembar Kerja Siswa setelah disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku, situasi, dan kondisi diharapkan memberikan kesempatan pada guru untuk mengembangkan materi, mempermudah dalam kegiatan pembelajaran, dan memancing aktivitas peserta didik agar lebih aktif.

LKPD merupakan sumber belajar yang berbentuk lembaran-lembaran tugas, petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas, evaluasi pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik (Alfi Rahayu, 2019:12). Menurut Trianto (2009) LKPD merupakan sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian belajar yang harus ditempuh. Sedangkan, LKPD yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran seharusnya sesuai dengan tuntutan Kompetensi Dasar (KD), dapat memotivasi peserta didik, dan menarik minat serta perhatian peserta didik untuk belajar (Syabani, Darmawati, dan Febrita, 2018).

Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa Lembar Kerja Peserta Didik merupakan sumber belajar yang berupa lembaran-lembaran tugas berisi petunjuk-petunjuk dan evaluasi terkait materi sesuai dengan Kompetensi Dasar yang dicantumkan yang betujuan untuk membantu peserta didik dalam memahami suatu konsep dengan bermakna.

Menurut Andi Prastowo (2012: 208-211) dari segi tujuan ada 5 (lima) macam bentuk LKPD, yaitu:

1.     LKPD yang membantu dalam penemuan konsep.

Di dalamnya memuat petunjuk atau langkah-langkah yang harus dilaksanakan seperti kegiatan mengamati dan menganalisis dengan tujuan mempermudah peserta didik menemukan atau mengontruksi pengetahuan yang relevan dengan materi yang dipelajari disebut juga LKPD Eksploratif.

2.     LKPD yang membantu dalam menerapkan dan mengintegrasi berbagai konsep yang ditemukan

Dilengkapi laporan kegiatan peserta didik ketika menerapkan dan mengintegrasikan berbagai pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural yang relevan dengan materi. Peserta didik dapat menuliskan hasil penemuannya yang didapat dari pengalaman belajar menggunakan LKPD sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari disebut juga dengan LKPD Aplikatif -Integratif atau Latihan Psikomotorik.

3.     LKPD yang sebagai penuntun belajar.

Berisi petunjuk, langkah kerja, dan urutan materi yang harus dikuasai oleh peserta didik. Mulai dari hal-hal yang konkret sampai ke abstrak, faktual ke konseptual, formal ke non formal, serta dari hal yang mudah ke sulit dengan tujuan memudahkan peserta didik dalam memahami materi. LKPD bentuk ini, dilengkapi dengan pertanyaan sebagai bahan remedial dan pengayaan disebut juga LKPD Penuntun.

4.     LKPD sebagai penguatan.

Berisi petunjuk dan langkah kerja disertai materi utama dan tambahan. Materi utama harus dikuasai peserta didik melalui praktek yang dipandu dengan LKPD atau membandingkan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan tambahan yang didapat dalam LKPD sebagai pengayaan dan penguatan materi.

5.     LKPD sebagai petunjuk praktikum atau percobaan.

Berisi panduan berupa langkah-langkah untuk melakukan eksperimen atau percobaan atau praktikum mandiri dimana peserta didik menuliskan hasil temuan-temuannya dalam LKPD. LKPD ini, dapat membantu meningkatkan rasa ingin tahu, sikap kritis, serta inisiatif peserta didik melalui pengalaman praktikumnya.

 

B.    FUNGSI DAN TUJUAN LKPD

LKPD merupakan bahan ajar yang dapat digunakan sebagai pedoman belajar yang menuntut peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Selain sebagai pedoman, LKPD dibuat tentulah memiliki fungsi tertentu. Trianto (2009: 222) mengemukakan Lembar Kerja Peserta Didik berfungsi sebagai panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan percobaan atau demonstrasi. Sedangkan menurut Andi Prastowo (2014:205) fungsi LKPD, sebagai berikut:

1.  Bahan ajar yang meminimalkan kedudukan guru dengan memperbanyak kegiatan pada peserta didik

2.     Bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi

3.     Bahan ajar yang ringkas dan padat dengan tugas

4.     Mempermudah untuk menyampaikan materi secara jelas pada peserta didik

LKPD sebagai bahan ajar yang keberadaannya membantu mempermudah pelaksanaan kegiatan belajar dan mengajar di kelas. Menurut Prianto dan Harnoko (2008:34) fungsi LKPD, yaitu:

a.      Mengaktifkan peserta didik dalam proses belajar.

b.     Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep materi.

c. Melatih peserta didik menemukan dan mengembangkan materi pada proses belajar mengajar.

d.     Sebagai pedoman pendidik dalam menyusun pembelajaran.

e.      Sebagai pedoman pendidik dan peserta didik dalam menjalankan proses pembelajaran.

f.  Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan pembelajaran.

g.   Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan yang sistematis.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disintesa bahwa LKPD sebagai bahan ajar yang meningkatkan keaktifan peserta didik karena substansinya yang syarat akan tugas untuk mempermudah peserta didik dalam memahami konsep materi dengan penyajian yang singkat dan padat.

Tujuan penyusunan LKPD menurut Andi Prastowo (2012:206) antara lain sebagai berikut:

1.  Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk memahami materi yang diberikan

2.     Menyajikan tugas-tugas guna penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan

3.     Melatih kemandirian belajar

4.     Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas

Peserta didik ikut akan berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan yang disajikan dalam LKPD dengan tujuan untuk menambahkan pengetahuan terkait dengan konsep materi yang sedang dipelajari sebagai tambahan catatan di buku mereka. Melalui penyajian materi yang sederhana namun sarat akan penanaman konsep, peserta didik dapat lebih mudah memahami materi. Sehingga peserta didik dapat meningkatkan penguasaan dan pemahaman materinya pada proses belajar mengajar di kelas. Kemudian pendapat Ismal Purba (2011:6) mengenai tujuan penyusunan LKPD, diantaranya: (a) Melatih peserta didik agar lebih mendalami materi prasyarat yang akan digunakan untuk belajar materi berikutnya, (b) Melatih peserta didik untuk belajar dengan tekun, cermat, jujur, sistematis, serta rasional dalam sistem kerja yang praktis, dan (3) Melatih peserta didik membuat laporan hasil eksperimen sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang percobaan yang telah dilakukan.

Berdasarkan penjabaran di atas disimpulkan bahwa LKPD memiliki fungsi dan tujuan utama sebagai bahan ajar atau media yang digunakan untuk memaksimalkan pembelajaran dalam mencapai indikator dari suatu materi di kelas. LKPD akan memudahkan peserta didik memahami konsep materi yang disampaikan serta mengaktifkan kegiatan belajar mandiri dengan bantuan lembaran-lembaran tugas.

 

C.    MANFAAT LKPD

Peran LKPD dalam kegiatan belajar mengajar menjadi sangat penting karena peserta didik menjadi lebih mudah dalam memahami konsep materi yang disampaikan. Menurut Sukamto (2009:2) LKPD juga memiliki manfaat antara lain sebagai berikut:

1.     Memberikan pengalaman konkrit pada peserta didik

2.     Membantu dalam variasi belajar di kelas

3.     Membangkitkan minat peserta didik

4.     Meningkatkan potensi belajar mengajar

5.     Memanfaatkan waktu secara efektif.

Berdasarkan paparan di atas, disimpulkan dengan adanya LKPD dapat memberikan manfaat baik untuk guru ataupun peserta didik dalam proses pembelajaran. Salah satu manfaat utamanya guru dipermudah dalam penyampaian materinya dan peserta didik lebih mudah untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru. Guru tidak mendominasi pembelajaran sehingga bersifat student oriented. Peserta didik menjadi lebih mendalami materi dikarenakan ada materi pengayaan dan ekperimen-eksperimen yang menjadikan pembelajaran menjadi lebih kontekstual dan bermakna.

 

D.    UNSUR-UNSUR LKPD

Layaknya bahan ajar yang lain didalam pengembangannya, penyusunan LKPD lebih sederhana dibandingkan modul tetapi, lebih komplek dari buku teks dikarenakan memuat materi dan penilaian. Untuk itu LKPD harus memenuhi unsur-unsur tertentu. Menurut Andi Prastowo (2012:208) LKPD setidaknya memuat 8 (delapan) unsur, yaitu, (1) judul, (2) kompetensi dasar, (3) waktu penyelesaian, (4) peralatan dan bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, (5) informasi singkat, (6) langkah kerja, (7) tugas yang harus dilakukan, serta (8) laporan yang harus dikerjakan. Menurut Rustaman (Abdul Majid, 2014: 374) unsur LKPD antara lain yaitu, (1) memuat petunjuk kerja, (2) petunjuk ditulis secara sederhana dan singkat, (3) ada pertanyaan yang harus diisi dan ada tempat untuk menuliskan jawaban, dan (4) memuat gambar yang sederhana dan jelas untuk dipahami peserta didik.

Sedangkan menurut Yunitasari (2013: 10) unsur yang ada dalam LKPD meliputi (1) judul, (2) petunjuk belajar, (3) indikator pembelajaran, (4) informasi pendukung, (5) langkah kerja, serta (6) penilaian. Kemudian, menurut Endang Widyantini (2013: 3), LKPD sebagai bahan ajar memiliki unsur yang meliputi (1) judul, (2) mata pelajaran, (3) semester, (4) tempat, (5) petunjuk belajar, (6) kompetensi yang akan dicapai, (7) indikator yang akan dicapai oleh peserta didik, (8) informasi pendukung, (9) alat dan bahan untuk menyelesaikan tugas, (10) langkah kerja, serta (11) penilaian.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa dalam penyusunan LKPD yang layak harus memenuhi unsur-unsur utama, yaitu (a) judul yang mencantumkan materi pokok, kelas, semester, (b) petunjuk penggunaan, (3) indikator pembelajaran dan peta konsep materi, (4) pengetahuan kontekstual yang disajikan secara singkat dan bergambar disertai pertanyaan-pertanyaan mendasar, (5) informasi tambahan (pengayaan), (6) langkah kerja (lembar praktek mandiri), (7) penilaian, dan (8) kunci jawaban.

 

E. SYARAT-SYARAT PENYUSUNAN LKPD

            Persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyusunan atau pembuatan LKPD yang layak pakai menurut Roehati dan Padmaningrum dalam Ysiyar Jayantri (2017:14-15), antara lain:

1. Syarat didaktik mengatur tentang penggunaan LKPD yang bersifat universal dapat digunakan dengan baik untuk peserta didik yang lamban atau pandai. LKPD lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang terpenting dalam LKPD ada variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan peserta didik. LKPD lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan, komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika.

2.   Syarat kontruksi berhubungan dengan penguasaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKPD.

3. Syarat teknis menekankan pada tulisan, gambar, penampilan dalam LKPD atau berdasarkan kaidah yang ditetapkan.

Menurut Das Salirawati (2004: 8-9) menyebutkan 3 (tiga) syarat kelayakan LKPD, yaitu (1) didaktik; terpenuhinya asas-asas pembelajaran yang efektif dengan LKPD, (2) kontruksi; kebahasaan, dan (3) teknis; penulisan LKPD disesuaikan dengan kaidah yang ditetapkan

Berikut penjelasan Hendro Darmodjo dan Jenny R.E.Kaligis (1992) tentang persyaratan kelayakan LKPD pada Tabel 1.

Tabel 1. Indikator syarat-syarat kelayakan penyusunan atau pengembangan LKPD

No

Syarat

Indikator

1

Didaktik

a.      Mengajak peserta didik aktif dalam proses pembelajaran

b.     Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep

c.   Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan peserta didik

d. Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri anak

e.      Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan diri

2

Konstruksi

a.      Menggunakan bahasa yang sesuai

b.     Menggunakan struktur kalimat yang jelas

c.      Kegiatan dalam LKPD jelas

d.     Menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka

e.   Tidak mengacu pada buku sumber diluar kemampuan peserta didik

f.    Menyediakan ruang yang cukup pada LKPD sehingga peserta didik dapat menulis atau menggambarkan sesuatu pada LKPD

g.     Menggunakan kalimat sederhana dan pendek

h.     Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kalimat

i.       Memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat

j.       Memiliki identitas untuk memudahkan administrasinya

3

Teknis

a.      Penampilan yang menarik

b.     Tulisan yang digunakan konsisten

c.      Penggunaan gambar yang tepat dan efektif

Sumber: Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis (1992)

     Menurut Badan Standar Nasional  Pendidikan (2012) aspek-aspek yang harus ada dalam pengembangan LKPD meliputi: (1) kelayakan isi, (2) kebahasaan, (3) penyajian, dan (4) kegrafisan dengan penjelasan pada Tabel 2, berikut.

Tabel 2. Indikator kelayakan LKPD

No

Aspek

Indikator

1

Kelayakan isi

a. Materi yang disajikan sesuai dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

b.     Tujuan pembelajaran yang jelas

c.      Keakuratan fakta dalam penyajian materi

d.     Kebenaran konsep dalam penyajian materi

e.      Keakuratan teori dalam penyajian materi

f.      Keakuratan prosedur atau metode dalam penyajian materi

g.     Keberadaan unsur yang mampu menanamkan nilai

2

Kebahasaan

a.      Keinteraktifan komunikasi

b.     Ketepatan struktur kalimat

c.      Keterbakuan istilah yang digunakan

d.   Ketepatan tata Bahasa sesuai dengan Kaidah Bahasa Indonesia

e.      Ketepatan ejaan sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia

f.      Konsistensi penulisan nama ilmiah/asing

3

Penyajian

a. Kesesuaian teknik penyajian materi dengan sintaks model pembelajaran

b.     Keruntutan konsep

c.   Penyertaan rujukan atau sumber acuan dalam penyajian teks, tabel, gambar, dan lampiran

d.     Kelengkapan identitas tabel, gambar, dan lampiran

e. Ketepatan penomoran dan penamaan tabel, gambar, dan lampiran

4.

Kegrafikan

a. Tipografi huruf yang digunakan memudahkan pemahaman, emmbaca, dan menarik

b. Desain penampilan, warna, pusat pandang, komposisi, dan ukuran unsur tata letak harmonis dan memperjelas fungsi

c.      Ilustrasi memperjelas dan mempermudah pemahaman

Sumber: BSNP (2012)

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa, LKPD haruslah memenuhi persyaratan layak untuk dijadikan sebagai salah satu sumber belajar. Persyaratannya harus memudahkan peserta didik dalam memahami materi dengan penggunaan bahasa yang komunikatif serta mudah dipahami. Selain itu harus memenuhi syarat didaktik, syarat konstruksi, serta syarat teknis.

 

F. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN LKPD

Langkah-langkah membuat Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) menurut Andi Prastowo (2014:212-214), diantaranya (1) Melakukan analisis kurikulum, (2) Menyusun peta kebutuhan LKPD , (3) Menentukan judul LKPD, dan (4) Penulisan LKPD. Dijelaskan dalam diagram alir pada Gambar 1.

1.     Analisis kurikulum

Untuk menentukan materi yang perlu disampaikan melalui LKPD dengan memperhatikan materi pokok, pengalaman belajar yang akan didapatkan, serta keluasan materi yang akan diajarkan dengan mengacu pada tujuan pembelajaran.

2.     Analisis peta kebutuhan LKPD

Diperlukan untuk menentukan jumlah, urutan, serta prioritas LKPD yang akan ditulis. Diawali dengan analisis kurikulum dan sumber belajar.

3.     Menentukan judul-judul LKPD

Berdasarkan Kompetensi Dasar, materi pokok maupun pengalaman belajar yang ada dalam kurikulum.

4.     Penulisan LKPD

Langkah-langkahnya menulis LKPD, dijelaskan sebagai berikut:

a.      Merumuskan Kompetensi Dasar dengan melihat kurikulum yang berlaku.

b.     Menentukan alat penilaian untuk menilai proses dan hasil kerja peserta didik. Maka, alat penilaian yang sesuai menggunakan pesekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced Assessent

c.      Menyusun materi pokok maupun informasi pendukung dengan memperhatikan Kompetensi Dasar atau ruang lingkup materi

d.     Memperhatikan struktur LKPD terdiri dari: (1) judul, (2) petunjuk belajar, (3) kompetensi yang dicapai, (4) informasi pendukung, (5) tugas-tugas dan langkah-langkah praktek mandiri, dan (6) evaluasi.

 

E.    KELEBIHAN DAN KEKURANGAN LKPD

Sebagai salah satu bahan ajar yang membantu peserta didik belajar. LKPD tidak lepas dari kelebihannya seperti yang disampaikan oleh Kemp & Dayton (Azhar Arsyad, 2014) diantaranya:

1.     Peserta didik dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing.

2.   Peserta didik dapat mengulang belajar secara mandiri, materi yang sudah disampaikan pada saat teori di kelas

3.  Daya tarik didapatkan dari perpaduan teks dan gambar. Sehingga materi disampaikan dalam format formal maupun visual.

4.   Peserta didik menjadi lebih aktif berpartisipasi karena latihan dan pertanyaan yang disusun harus direspon atau dijawab.

5.     Media cetak dapat dicetak ulang dan disebar dengan mudah (hard maupun softfile)

Selanjutnya kelebihan Lembar Kerja Peserta Didik menurut Indawati (1999) diantaranya:

1.   Peserta didik menjadi lebih aktif dikarenakan harus mengerjakan LKPD menurut langkah-langkah atau prosedur penguasaan materi.

2.  Situasi peserta didik menjadi lebih demokratis, dikarenakan meningkatnya gairah belajar peserta didik.

3.     Melatih dan mengembangkan kemandirian belajar peserta didik.

4.  Guru dapat mengetahui pencapaian peserta didik dengan mudah melalui LKPD yang dikoreksi.

Sedangkan kelebihan LKPD (Azhar Arsyad, 2011) yang lain, diantaranya (a) materi pembelajaran dapat dirancang oleh guru sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan peserta didik serta mempermudah bagi guru dalam pengelolaan kelas dan tidak harus memberikan arahan yang begitu rumit karena telah tercantum dalam petunjuk LKPD, (b) meningkatkan minat peserta didik dan dapat menumbuhkan rasa ingin tahu untuk memahami konsep dengan cara sendiri, dan (c) mengarahkan peserta didik melakukan percobaan dan menemukan konsep sendiri.

         Berdasarkan penjelasan kelebihan tentang LKPD di atas disimpulkan bahwa LKPD dapat meningkatkan aktivitas peserta didik, meningkatkan motivasi dan kemandirian dalam belajar, materi disajikan lebih ringkas, padat, jelas serta kontekstual dengan materi pengayaannya, guru menjadi terbantu dalam menyampaikan konsep materi.

Diantara berbagai kelebihan yang ada di LKPD tentunya tidak lepas dari kekurangan. Berikut beberapa kekurangan LKPD (Alan, 2012) yang sering ditemukan di sekolah terkait penggunaannya antara lain:

1.     Soal-soal yang tertulis pada Lembar Kerja Peserta Didik cenderung monoton, bisa muncul bagian berikutnya maupun bab setelah itu.

2.  Adanya kekhawatiran guru hanya mengandalkan media LKPD dan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Seperti, peserta didik diminta mengerjakan LKPD kemudian guru meninggalkan peserta didik dan kembali untuk membahas LKS itu atau guru tidak memberikan pembahasan dikarenakan merasa sudah cukup dengan materi yang disajikan dalam LKPD

3.   LKPD atau LKS yang dikeluarkan penerbit dalam penjelasan konsepnya cenderung kurang cocok.

4.  Media cetak hanya lebih banyak menekankan pada pelajaran yang bersifat kognitif, jarang menekankan pada emosi maupun sikap.

5.   Menimbulkan kejenuhan dalam belajar bagi peserta didik jika tidak dikolaborasikan dengan media pendukung lainnya.

Adapun kekurangan Lembar Kerja Peserta Didik (Azhar Arsyad, 2011:39-40), yaitu:

1.     Sulit menampilkan gerak dalam halaman LKPD

2.     Pembagian submateri pelajaran dalam LKPD harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak terlalu panjang dan dapat membosankan peserta didik, dan

3.     Jika tidak dirawat dengan baik, LKPD cepat rusak dan hilang

Berdasarkan penjabaran di atas dapat ditarik kesimpulan dalam mengembangkan LKPD kekurangan-kekurangan yang ada dijadikan bahan pertimbangan untuk menyusun LKPD yang lebih efektif, tepat guna, inovatif, dan menarik minta belajar peserta didik.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2014). Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Offset. Hal.374

Alan. (2012). Lembar Kegiatan Peserta didik. http://www.slideshare.net/alandonesyi/handout-lks

Alfi Rahayu. (2019). Pengembangan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) Berbasis Problem Based Learning (PBL) pada Pembelajaran Tematik Kelas IV SDN Tahunan Kota Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

 Andi Prastowo. (2012). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Iniovatif . Yogyakarta: Diva Press. Hal. 28

____________. (2014). Panduan Penyusunan LKPD. Yogyakarta: Diva Press

Azhar Arsyad. (2014). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada

Badan Standar Nasional  Pendidikan. (2012). Diskripsi Item Kegrafikan SMP-SMA-SMK. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

 Das Salirawati. (2004). Penyusunan dan Kegunaan LKS dalam Proses Pembelajaran. Diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/das-salirawati-msidr/19penyusunnan-dan-kegunaan-lks.pdf

 Eli Rohaeti, dkk. (2009). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik Mata Pelajaran Sains Kimia. Jurnal FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Program Studi Pendidikan Kimia.

 Elok Pawestri dan Heri Maria Zulfiati. (2020). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Untuk Mengakomodasi Keberagaman Siswa Pada Pembelajaran Tematik Kelas II Di SD Muhammadiyah Danunegaran. Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an. Vol. 6, Nomor 3, Mei. Hal. 903-913

 Endang Widyantini (2013). Pelatihan Penyusunan LKS Mata Pelajaran Kimia Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bagi Guru SMK/MAK. Makalah pada Pengabdian pada Masyarakat. FMIPA UNY, Yogyakarta. Hal.3

 Hendro Darmodjo dan Jenny R.E.Kaligis. (1992). Pendidikan IPA II. Jakarta : Depdikbud

Hifarianti, dkk. (2017). Desain LKPD Berorientasi Kompleksitas Konten dan Proses Kognitif pada Materi Vektor untuk Pembelajaran Fisika SMA/MA. Pillar of Physics Education, Volume 9 Nomer 23. Hal. 185-192.

 Indawati. (1999). Pengaruh Tugas Tambahan pada Pembelajaran Menggunakan LKS terhadap Prestasi Belajar Kimia Kelas II SMU Angkasa Maros. Skripsi. Ujung Pandang. FPMIPA IKIP.

 Ismal Purba. (2011). Buku Petunjuk Umum Praktik Percobaan Fisika. Jakarta: Pradya Paramitha. Hal.6

 Prianto dan Harnoko. (2008). Perangkat Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud. Hal.34

Sukamto (2009). Dasar-dasar Pembuatan LKS yang BAIK dan Benar sebagai Media Pembelajaran. Jakarta: PT Kencana. Hal.2

Syabani,P., Darmawati, dan Febrita E. (2018). Development Of Students Worksheet Based On Contracttivism Approach To Material Changes And Conservation Of Living Environment For Learning Biology Tenth Grade Senior High School. Jurnal Online Mahasiswa. Volume 5 Nomer 1.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Yunitasari. (2013). Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) IPA Terpadu Berpendekatan SETS dengan tema Pemanasan Global. Online. https://lib.unnes.ac.id/18536/1/4001409040.pdf

 Ysiyar Jayantri. (2017). Pengembangan Lembar Kerja Siswa berbasis Tematik Terintegrasi Berorientasi Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Kelas IV Siswa Sekolah Dasar. Tesis: tidak diterbitkan. Bandar Lampung: FKIP Universitas Lampung

Senin, 11 Oktober 2021

Basis Bilangan

Basis Bilangan Desimal dan Non Desimal

Salah satu cara untuk menuliskan lambang bilangan cacah yakni dengan basis desimal (basis sepuluh). Lambang dasar yang digunakan pada basis sepuluh adalah 0,1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9. Para ahli sejarah matematika percaya bahwa  salah satu alasan penggunaan sistem basis sepuluh dikarenakan pada umumnya manusia hanya memiliki sepuluh jari tangan. Seandainya hanya memiliki satu tangan dengan lima buah jari, digit yang dapat dibilangkan hanya 0,1,2,3, dan 4 (sistem satu tangan atau sistem berbasis lima). Untuk selanjutnya penulisan lambang bilangan dengan basis 10, indeks 10 yang menyatakan basis tidak perlu dituliskan. Sehingga   cukup ditulis 259. Sedangkan untuk basis bukan sepuluh disebut sebagai basis non-desimal.

Pengunaan basis sepuluh bukan satu-satunya basis untuk menuliskan lambang bilangan Arab-Hindu. Bangsa Babilonia Kuno menggunakan basis enam puluh, bangsa Maya menggunakan basis dua puluh, sistem komputer menggunakan basis dua, delapan atau enam belas untuk menyatakan lambang bilangan cacah. 

Bentuk Umum 
untuk menyatakan basis bilangan 


dimana n = 1,2,3,... (bilangan cacah)

jika bilangan yang ada di dalam kurung misal ada 4 bilangan maka, n pangkat tertingginya adalah 3. dan begitu juga selanjutnya

Contoh 1:
Tuliskan 824 basis lima ke basis sepuluh

Penyelesaiannya: 


Contoh 2:
Tuliskan lambang bilangan 23 ke basis dua

Penyelesaiannya:
 23 : 2 = 11 sisa 1
 11 : 2 = 5 sisa 1
  5  : 2 = 2 sisa 1
 didapatkan hasil  

Contoh 3:
Ubahlah  ke basis 2
(Ubahlah terlebih dahulu basis 3 ke basis desimal atau basis 10, kemudian dilanjutkan dengan mengubahnya ke basis 2 )

Penyelesaiannya:

36 : 2 = 18 sisanya 0
18 : 2 = 9 sisanya 0
9 : 2 = 4 sisanya 1
4 : 2 = 2 sisanya 0
2:2  = 1 sisanya 0
didapatkan hasil  

Dapat dikatakan basis 10 disebut basis desimal, basis 2 disebut basis binner (angka binner biasa disebut bits atau singkatan dari binary digits istilah yang digunakan dalam komputer), basis 4 disebut basis quarter, basis 8 disebut basis oktal dan basis 16 disebut heksadesimal atau disingkat heks
Lambang dasar basis 16 (heksadesimal), yaitu:

0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E, F

Huruf A, B, C, D, E, dan F digunakan untuk menyatakan angka-angka yang bersesuaian dengan 10, 11, 12, 13, 14 dan 15. Untuk mengubah penulisan lambang bilangan dari basis desimal ke basis non desimal dibutuhkan proses algoritma pembagian berulang-ulang.

Contoh 4: 
Tulislah 116 dalam lambang bilangan dengan basis 2

Penyelesaiannya:
Penerapan algoritma pembagian perulang-ulang tersebut dapat dilakukan secara mekanik sebagai berikut.
116 = 2. 58 + 0
58   = 2. 29 + 0
29   = 2. 14 + 1
14   = 2. 7   + 0
7     = 2. 3   + 1
3     = 2.1    + 1
1     = 2. 0   + 1
 baca sisa dari bawah ke atas 
Jadi, 


Contoh 5:
Ubahlah lambang bilangan  

Penyelesaiannya:

Berikut ini tabel konversi penulisan lambang bilangan desimal (basis 10), binner (basis 2), quater (basis 4, oktal (basis 8), dan heksadesimal (basis 16).


Mari kita mengubah basis bilangan dengan bantuan tabel konversi di atas

Contoh 6:
Ubahlah  ke basis dua

Penyelesaiannya:


Contoh 7:
Ubahlah   ke basis dua

Penyelesaiannya:

 

Bagaimana menentukan basis dari suatu lambang bilangan?

Misalkan mencari nilai n  pada 

Penyelesaiannya:


  



didapatkan n = -7 dan n = 5, Ambil yang bernilai positif yaitu 5

Bisa teman-teman buktikan sendiri ya, dilatihan nanti..
Silahkan bisa latihan di KUIS BABINSA.pdf - 51 KB 

Semangat belajar, jangan lupa bahagia

Kamis, 07 Oktober 2021

KUIS SD SV

Kuis Standar Deviasi dan Varian

Hai teman-teman... Mari berlatih untuk mencari simpangan baku dan varian data pada data tunggal dan berkelompok.

Persiapkan Buku Batik, bantuan kalkulator, dan pena 3 warnanya. Kerjakan dengan tepat dan teliti soal di bawah ini!

1. Diketahui Indeks Prestasi Kumulatif 16 mahasiswa PGSD UNISRI sebagai berikut;
    2,30    2,40    2,40    2,65    2,70    2,85    2,85    3,00    3,15

    3,15    3,20    3,15    3,50    3,75    3,60    3,50
   Hitunglah :
   a. Jangkauan (Rentang)
   b. Rentang antar kuartil
   c. Simpangan antar kuartil
   d. Standar Deviasi
   e. Varian

2. Seorang mahasiswa PGSD melakukan pengukuran panjang silinder mini. Disajikan dalam tabel berikut. 
   Hitunglah:
   a. Rentang antar varial
   b. Simpangan antar kuartil
   c. Standar Deviasi
   d. Varian

- Selamat Mengerjakan-


Selasa, 05 Oktober 2021

KUIS "BIMA LARI"

Hai teman-teman setelah mendapatkan penjelasan dan berdiskusi terkait materi Bilangan Prima dan Romawi. Mari kita berlatih ya...

Kerjakan soal di bawah ini dengan jelas dan tepat!

melalui link berikut  joinmyquiz.com dengan kode 6164 8158

dikarenakan ada batasan waktu dalam mengerjakan maka dikerjakan dengan serius sebelum memulai kuis artinya Anda harus paham dengan kedua materi di atas. Pastikan Anda menyiapkan alat tulis dan kertas untuk membantu dalam menghitung soal di dalam kuis tersebut. Hanya ada 1 kali kesempatan untuk mengerjakan ya!. Semangaaat

- jangan lupa bahagia dan gerakkan diri untuk selalu menambah ilmu-

Senin, 04 Oktober 2021

Penilaian Pembelajaran Matematika di SD

Bagaimana sebaiknya menilai pembelajaran matematika di SD?

    Kegiatan menilai erat kaitannya dengan mengukur dan menilai. Mengukur berarti memberikan angka pada suatu proses yang telah diamati berdasarkan kriteria tertentu, menilai memberikan penjelasan dan penafsiran dari kegiatan mengukur, sedangkan evaluasi memberikan penetapan penilaian. Ketiga hal tersebut saling berkesinambungan dalam menentukan hasil belajar matematika.
    Menurut Permendiknas No 20 tahun 2007 tentang standar penilaian dijelaskan penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian bukan sekedar pengumpulan data siswa, tetapi juga pengolahannya untuk memperoleh gambaran proses dan hasil belajar siswa. Penilaian tidak sekedar memberi soal saja, tetapi guru harus menindaklanjuti untuk kepentingan pembelajaran.
    Pada Permendiknas No 20 tahun 2007 juga disebutkan bahwa penilaian hasil belajar siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 
  1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. 
  2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. 
  3. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan siswa karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 
  4. terpadu, berarti penilaian oleh guru merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. 
  5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan
  6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh guru mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan siswa. 
  7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. 
  8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. 
  9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya

Objek Matematika
    Apa yang menjadi sasaran dari penilaian pembelajaran matematika. Sampai saat ini pembelajaran matematika banyak yang lebih menekankan pada penguasaan materi matematika dan aplikasinya untuk memecahkan masalah. Situasi ini menyebabkan penilaian pembelajaran matematika hanya berorientasi pada pengukuran domain yang dangkal dan sempit, tidak menyasar kompetensi matematis yang lebih tinggi. Praktek ini berdampak tidak optimalnya hasil belajar matematika
Pada Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi disebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berikut: 
  1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 
  2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 
  3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 
  4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
  5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
    Berdasarkan Permendiknas No 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru mengamanatkan bahwa penilaian hendaknya harus disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran. Sedangkan karakteristik matematika itu sendiri mengarahkan pada dua arah pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang (Utari Sumarmo, 2010). Visi pertama mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya (mathematical problem solving) dan visi kedua mengarah ke masa depan, dimana matematika memberi peluang pada berkembangnya kemampuan berfikir logis, sistematik, kritis dan cermat, kreatif, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka. Kedua visi tersebut harus menjadi perhatian juga dalam penilaian. 

Teknik Penilaian
    Penilaian proses dan hasil belajar matematika siswa dapat dilakukan dengan teknik tes dan non tes. Teknik tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar aspek kognitif. Teknik non tes dapat berupa observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, angket, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan siswa. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran untuk mengumpulkan data tentang pemahaman siswa, sikap terhadap pelajaran, kemampuan memecahkan masalah, kerjasama, kebutuhan bantuan dalam belajar, motivasi belajar, dan lain-lain. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang penguasaan kompetensi serta kecakapan/keterampilan tertentu. Teknik angket digunakan untuk menjaring informasi berdasarkan pengakuan dan pendapat siswa melalui respon mereka terhadap pernyataan/pertanyaan yang diajukan dalam angket.

Tes tidak lagi harus diandalkan menjadi satu-satunya teknik penilaian dalam pembelajaran matematika. Dominasi penggunaan tes dalam penilaian selama ini telah menghilangkan peluang pemerolehan infomasi belajar matematika yang holistik dan mendalam yang menilai pembelajaran dari 3 (tiga) aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Bukan berarti tes tidak boleh digunakan lagi. Sesuai  karakteristik dasar matematika, tes tetap menjadi salah satu cara pengumpulan data belajar matematika siswa. Harapannya, jika tes digunakan, tes dapat diarahkan pada penggalian informasi yang bervariasi dan berorientasi tingkat berpikir yang lebih tinggi. Dikarenakan, objek belajar matematika yang luas membutuhkan tes yang lebih terbuka dan memberi kesempatan lebih luas bagi siswa menunjukkan bagian kompetensi matematis yang sudah dan belum dikuasai. Berikut penjelasan tentang instrumen penilaian pada pembelajaran matematika di SD yang bisa menjadi pedoman.

Intrumen bentuk TES

a. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes dimana keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia dan peserta harus memilih salah satu alternatif yang disediakan tersebut. Terdapat beberapa bentuk tes objektif, yaitu:

1) Tes Benar Salah  
Tes yang memuat pernyataan benar atau salah. Peserta bertugas menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari huruf “B” jika pernyataan benar, dan “S” jika pernyataan salah.

Contoh: 
B-S 1. Yang termasuk bagian segitiga meliputi sisi dan daerah di dalam sisi.
B-S 2. Berapapun jari-jarinya, luas lingkaran adalah 0. 

Bentuk tes benar salah saat ini jarang digunakan guru matematika. Padahal melalui tes benar salah ini banyak domain belajar matematika yang bisa di gali, misal: pemahaman konsep, kemampuan bernalar, analisis dan lain-lain. Dua butir pertanyaan benar salah di atas dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep siswa tentang segitiga dan lingkaran

2) Tes Pilihan Ganda
Tes pilihan ganda adalah tes yang memuat serangkaian informasi yang belum lengkap, dan untuk melengkapinya dilakukan dengan memilih berbagai alternatif pilihan yang disediakan. Ada empat variasi tes pilihan ganda, yaitu: tes pilihan ganda biasa, asosiasi, hubungan antar hal, dan menjodohkan.

a) Tes pilihan ganda
soal yang disertai beberapa alternatif jawaban dimana hanya tersedia 1 pilihan benar, dan siswa tugasnya adalah memilih mana dari alternatif-alternatif tersebut yang benar. 
b) Tes asosiasi
merupakan modifikasi dari tes pilihan ganda biasa. Bentuk asosiasi juga terdiri dari satu pernyataan dan beberapa alternatif jawaban, hanya saja terdapat lebih dari satu jawaban yang benar. Salah satu bentuknya adalah dengan mengikuti petunjuk sebagai berikut:

Petunjuk mengerjakan soal: 
Pilihan a bila jawaban 1, 2, dan 3 benar 
Pilihan b bila jawaban 1 dan 3 benar 
Pilihan c bila jawaban 2 dan 4 benar 
Pilihan d bila jawaban 4 saja yang benar 

Saat ini bentuk tes ini jarang digunakan. Padahal bentuk tes ini tidak kalah potensialitasnya dibanding tes pilihan ganda biasa. Dibanding tes pilihan ganda biasa, tes bentuk ini lebih menuntut siswa bernalar, melihat semua kemungkinan jawaban, dan juga melihat hubungan antar bagian. 

c) Tes hubungan antar hal
soal yang memuat pernyataan dan alasan, dengan pola memuat pernyataan dan memuat alasan. 

Petunjuk pilihan: 
 (a) Jika pernyataan benar, alasan benar, dan ada hubungan sebab akibat 
 (b) Jika pernyataan benar, alasan benar, dan tidak ada hubungan sebab akibat 
 (c) Jika pernyataan benar, alasan salah 
 (d) Jika pernyataan salah, dan alasan salah 
 (e) Baik pernyataan maupun alasan salah

Tes ini jarang digunakan, padahal tes hubungan antar hal ini sangat baik digunakan untuk mengukur banyak dimensi belajar matematika, antara lain: kemampuan bernalar siswa, pemahaman konsep, hubungan antar konsep, kemampuan berpikir matematis, dan lain-lain. 

d) Tes menjodohkan, 
dalam bentuk tradisional item tes menjodohkan terdiri dari dua kolom yang pararel. Tiap kata, bilangan, atau simbol dijodohkan dengan kalimat, frase, atau kata dalam kolom yang lain. Item pada kolom di mana penjodohan dicari disebut premis, sedangkan kolom di mana pilihan dicari disebut respon. Tugas siswa adalah memasangkan antara presmis dan respon berdasarkan aturan yang ditentukan. Tes menjodohkan ini juga relatif jarang digunakan dalam penilaian pembelajaran matematika. Padahal seperti halnya tes hubungan antar hal, tes bentuk ini juga dapat digunakan untuk mengukur banyak dimensi belajar matematika, antara lain: mengukur kemampuan bernalar siswa, pemahaman konsep, hubungan antar konsep, kemampuan berpikir matematis, dan lain-lain.
 
b. Tes esay 
suatu bentuk tes yang terdiri dari pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Tes ini dirancang untuk mengukur hasil belajar di mana unsur yang diperlukan untuk menjawab soal dicari, diciptakan dan disusun sendiri siswa. Siswa harus menyusun sendiri kata dan kalimat untuk menjawabannya. Tes esay diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, yiatu: uraian bebas (non objektif), uraian terstruktur (objektif), jawaban singkat, dan isian (melengkapi). Penjelasannya sebagai berikut:
1) Uraian non objektif 
Bentuk uraian bebas memberikan kebebasan untuk memberikan opini serta alasan yang diperlukan. Jawaban siswa tidak dibatasi oleh persyaratan tertentu. 
2) Uraian objektif 
Bentuk uraian terstruktur atau uraian terbatas meminta siswa untuk memberikan jawaban terhadap soal dengan persyaratan tertentu 
3) Jawaban singkat 
Tes jawaban singkat merupakan tipe item tes yang dapat dijawab dengan kata, frasa, bilangan, atau simbol. Tes jawaban singkat menggunakan pertanyaan langsung, dan siswa diminta memberi jawaban singkat, tepat dan jelas. 
4) Bentuk melengkapi (isian) 
Item tes melengkapi hampir sama dengan jawaban singkat, yaitu merupakan tipe item tes yang dapat dijawab dengan kata, frasa, bilangan atau simbol. Bedanya, item tes melengkapi merupakan pernyataan yang tidak lengkap, dan siswa diminta untuk melengkapi pernyataan tersebut.  

Mengapa dalam dala penilaian hasil belajar matematika di SD cenderung ke tes essay?

karena kesadaran bahwa: 
  1. Menurunnya hasil belajar matematika disinyalir karena dominannya tes objektif 
  2. Tes pilihan ganda tidak memberi kesempatan siswa mengkomunikasikan ide dengan tulisan karena terbiasa hanya memilih dari alternatif yang sudah ada. 
  3. Terlalu dominannya tes objektif dapat menyebabkan kurangnya daya analisis dan kemampuan berpikir karena terbiasa tes objektif yang bisa tebak jawaban
  4. Kekuatan tes esay adalah dalam mengukur hasil belajar yang kompleks dan melibatkan level kognitif yang tinggi. 
  5. Melalui tes esay guru dapat mencermati proses berpikir siswa
Instrumen NON TES

a. Angket/kuisioner
alat penilaian berupa daftar pertanyaan/pernyataan tertulis untuk menjaring informasi tentang sesuatu. Angket dapat digunakan untuk memperoleh informasi kognitif maupun afektif. Untuk penilaian aspek kognitif, angket digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari tes sehingga data yang diperoleh lebih komprehensif. 
b. Lembar obeservasi
pedoman yang digunakan guru dalam melakukan observasi pembelajaran. Observasi bisa dilakukan secara langsung tanpa menggunakan lembar observasi, tetapi jika guru menginginkan observasi yang terfokus maka sebaiknya guru menggunakan pedoman observasi ini.  
c. Pedoman wawancara 
pedoman yang digunakan guru dalam melakukan wawancara dengan siswa. Guru bisa wawancara langsung tanpa menggunakan pedoman wawancara, tetapi jika guru menginginkan wawancara yang lebih terfokus sebaiknya guru menggunakan pedoman wawancara ini

Kisi-Kisi Ujian Tengah Semester Genap

Salam semangat calon guru SD yang penuh dengan inovasi dan kritis? Baik, bersama media blog ini, ijinkan saya untuk menyampaikan kisi-kisi u...